Berlari tanpa henti. Meninggalkan
setiap deru napas dan detak tak berbentuk.
Kaki ini, kaki kecil yang rapuh.
Terus berusaha menjauh dan berharap bisa membawa tubuh kecil tak berguna ini
menghilang.
Semua terlalu sulit dimengerti
oleh otak kecilku. Aku hanya tahu satu, semua orang membenciku.
Tanpa teman, tanpa siapa-siapa,
tanpa kasih sayang dan tanpa cinta. Entah sejak kapan satu per satu orang yang
mengenalku menjauhiku.
Apa salahku? Hanya itu yang terus
aku pikir. Tapi nihil, kosong, hampa. Aku tidak menemukan apa pun. Aku tidak
pernah mendapatkan jawaban apa pun.
Aku tidak mengerti apa itu cinta.
Aku juga tidak mengerti bagaimana mendapatkannya. Aku hanya tahu bahwa cinta
bisa mengobati lukaku. Sebuah luka yang cukup besar dan perih di dadaku.
Aku telah mencoba meraihnya. Aku
telah berusaha mendapatkannya. Tapi semua sama saja. Mereka meninggalkanku.
Mereka menjauhiku.
Aku kecewa, aku benci semua ini,
karena itu aku melawan. Aku berharap semua berakhir jika aku memberontak. Tapi
ternyata lubang di dadaku semakin lebar. Dendamku semakin menumpuk dan lebih
tak dipedulikan.
Aku menemukan jawaban dari
kelemahanku saat aku melihatmu.
Waktu itu musim semi. Bunga
Sakura yang cantik mewarnai setiap sudut jalan. Dan kau di sana. Di bawah salah
satu pohon Sakura, meringkuk sendirian.
Aku tahu apa yang kaurasakan saat
itu. Aku tahu bagaimana rasanya. Perih dan sangat sakit, bukan?
Saat itu aku sadar, aku tidak
sendiri. Kau memiliki lubang yang sama denganku. Kau juga meminta sesuatu yang
disebut cinta itu. Kau membutuhkannya untuk menyembuhkan lukamu, persis seperti
aku.
Aku berjalan mendekatimu. Hanya
untuk memastikan apa yang ada dipikiranku. Tapi kau menatapku ketakutan. Aku
sudah biasa. Setiap orang selalu begitu padaku. Aku terus melangkah perlahan
berusaha meyakinkan dirimu bahwa aku tidak akan melukaimu. Meyakinkanmu agar
mau membagi luka itu bersamaku.
Aku tidak tahu mengapa. Aku hanya
mengikuti naluriku. Aku hanya melakukan yang tubuhku inginkan. Saat itu aku
memang gila. Tapi aku beruntung karena telah mencoba. Jika tidak, kita tidak
mungkin bersama seperti ini.
Dulu, aku selalu berpikir kalau
aku adalah pria paling sial di dunia ini. Manusia yang paling tidak diinginkan.
Tapi kau mengubahnya. Kini, aku adalah pria paling beruntung yang pernah ada.
Manusia yang sangat kau inginkan.
Setidaknya, aku bahagia setiap
kau menyapaku dan tersenyum. Aku sangat bahagia saat pipimu bersemu merah
setiap aku memujimu. Kau sungguh malaikat terbaik yang Tuhan kirimkan.
“Aku mencintaimu.”
Aku sangat suka saat kau
mengatakan itu padaku.
Aku mencintaimu.
Cinta.
Itulah obat yang menyembuhkanku. Itu
juga obat yang menyembuhkanmu.
Aku mencintaimu.
Ya, aku mencintaimu.
Terima kasih untuk obat yang
telah kau berikan….