Protected by Copyscape Website Copyright Protection

Sabtu, 09 Juni 2012

I LOVE YOU (NatsuMikan Fanfiction)



Gakuen Alice © Tachibana Higuchi
Rated: T
Genre: Supernatural -?-, hurt/comfort, romance
Full Natsume PoV, OOC, Typo (s), pendek, gaje, abal dan begitu banyak kekurangan lainnya
.
.
Happy reading ^o^
.
.


Mikan…

Kau tersenyum, sebuah senyum hangat yang selalu aku rindukan. Wajahmu begitu cantik dengan rambut brunette panjang yang selalu aku sukai. Wajahmu yang bagaikan malaikat itu benar-benar selalu membuatku bergetar.

Ketika melihatmu kini telah dewasa dan bertambah cantik entah mengapa aku menjadi semakin mencintaimu. Aku sungguh-sungguh. Semakin hari rasa cinta ini tidak pernah berkurang sedikit pun, malah rasa cinta ini selalu bertambah setiap aku melihatmu tersenyum bahagia.

Dari awal aku melihat wajah polosmu saat di ruangan si banci Narumi aku langsung menyukaimu. Mungkin waktu itu kita masih sama-sama anak kecil, tapi aku tidak terlalu bodoh untuk menyadari perasaanku. Aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu dan terus bertambah hingga kini.

Memandangimu begini adalah hal yang paling aku sukai. Kau tahu? Dalam hati aku berdoa agar bisa memandangi wajahmu yang sangat manis. Aku tidak ingin saat-saat seperti ini menghilang, aku ingin selalu begini selamanya.

Aku teringat hari-hari yang kita lalui bersama di akademi. Aku sangat ingat ciuman pertama kita. Sebuah ciuman yang sangat aku sukai tepat di pohon natal, yah minus tabrakan gigi saat kita berdansa. Hahaha…  aku selalu ingin tertawa saat mengingatnya. Kau benar-benar polos. Dan itu benar-benar ciuman pertamaku juga tahu! Jadi stop mencapku sebagai pria mesum. Aku hanya mesum padamu, Mikan.

Aku ingat saat kau berusaha membantu semua sahabatmu dan aku. Kau menyelamatkan adikku. Kau memberikan Alice stone-mu padaku karena kau yakin aku akan sangat membutuhkannya. Dan semua itu benar-benar membuatku tersentuh.

Kau telah banyak mengubahku, mengubah hidupku. Kau selalu berusaha melindungiku meskipun kau lemah. Tidak! Kau tidak lemah, kau sangat kuat. Kau adalah wanita terkuat yang pernah aku kenal seumur hidupku. Akulah yang lemah, aku sangat lemah hingga harus selalu melibatkanmu dalam masalah-masalah yang tidak ada hubungannya denganmu. Aku sangat lemah hingga membutuhkanmu untuk melindungiku.
Kau berjalan mendekat, masih dengan senyummu yang menawan.

Kini aku yakin, aku tidak mungkin pernah bisa melupakanmu seumur hidupku. Aku tidak mungkin pernah bisa membencimu. Aku tidak mungkin berhenti mencintaimu. Aku akan selalu menyayangi setiap hari dan tidak akan berubah. Pegang janjiku Mikan.

Mikan. Kau tahu? Aku merasa kita seperti jodoh? Namamu berarti Jeruk kan? Dan aku Jojobe. Nama kita sama-sama berasal dari buah. Semua seolah sudah ditakdirkan, kan? Dan aku yakin kita memang jodoh. Jika tidak, mengapa kita harus bertemu? Maka yakinlah Mikan, bahwa kita akan selalu bersama, selamanya.

Gaun yang kau pakai hari ini benar-benar membuatmu melebihi malaikat. Putih, bersih dan terlihat bercahaya. Aku menyukainya. Sangat menyukainya. Meskipun aku seorang pria yang menyebalkan, aku tidak suka menggombal. Jadi aku sungguh-sungguh.

Hey, lagi-lagi aku teringat masa-masa saat kita masih di akademi. Kau ingat Luna? Aku yakin dengan ingatanmu yang sangat payah itu kau tidak mungkin ingat. Waktu itu dia berusaha menjauhkan kita, kan? Dia membuatku terpaksa berpura-pura membencimu. Saat itu, entah mengapa, ada sedikit rasa senang yang menyusup di dadaku. Mungkin aku aneh? Atau gila? Tapi saat itu aku mulai menyadari kalau kau menyukaiku. Kau sangat marah dan sedih saat aku mencampakkanmu. Dan itu cukup membuatku puas.

Aku sangat mencintaimu, dan aku tahu kau juga mencintaiku, kan? Kau begitu sedih saat aku terluka setelah melakukan misi yang diberikan persona. Aku sangat membenci diriku sendiri setiap aku melihat air matamu. Aku memang pria minim ekspresi yang tidak pandai merayu. Jadi aku hanya bisa membuang mukaku saat kau menangis.

Setidaknya aku beruntung karena kau berteman dengan Hotaru. Gadis itu meski memiliki sifat yang sama denganku, tetapi dia selalu bisa membuatmu tersenyum. Aku tidak mengerti caranya. Tapi aku sempat berpikir untuk belajar darinya. Aku ingin sekali belajar agar aku bisa menghentikanmu setiap kau menangis.

Setiap mata memandang kearahmu dan memerhatikan setiap langkahmu. Kau menggandeng tangan kakekmu yang dengan setia menggiringmu. Di belakangmu, aku melihat Hotaru dan Misaki mengikutimu dengan gaun yang juga sangat cantik. Tapi kaulah yang tercantik. Aku bersumpah aku sangat ingin saat-saat ini tidak pernah berakhir.

Senyummu semakin membuatku bergetar. Jantungku berpacu dengan cepat saat kau semakin mendekat. Semua yang ada di sini berdiri dan mengembangkan senyum terindah mereka padamu yang terus melangkah perlahan. Aku benar-benar merasa waktu seperti terhenti seketika, saat beberapa langkah lagi kau mencapaiku. Aku tersenyum, sebuah senyum lebar yang hampir tidak pernah aku tunjukkan. Sebuah senyum yang hanya pernah dilihat Ayah, Aoi, Ruka, dan Kau.

Aku menyodorkan tanganku agar kau raih ketika kita hanya berjarak beberapa meter. Kau perlahan melepaskan peganganmu pada kakekmu yang tersenyum lembut. Kau menyambut uluran tanganku dengan senyum yang semakin lebar.

Tapi—

Tanganmu terlewat begitu saja, kau tidak menggapaiku. Kau menyentuh tangan lain yang berada tepat di sisi tanganku. Kau tersenyum pada pria yang berada tepat di tempatku berdiri. Kau tidak bisa melihatku, kau tidak bisa menggapaiku. Kau melewatiku begitu saja tanpa menyadari kehadiranku.

Aku di sini Mikan.

Aku melihatmu, aku mengawasimu.

Aku hadir di pestamu dan berharap akulah yang ada di sampingmu. Yah, aku memang di sampingmu. Berusaha menggapaimu, tapi semua hanya lewat begitu saja. Aku hanya kosong. Aku tembus dan tak terlihat.

Tak ada yang menyadariku. Aku hanya bisa merutuki diriku yang tak berguna.

Kau mengucapkan janji itu, janji sehidup semati di hadapan semua orang yang hadir.

Di hadapanku.

Tapi janji ini bukan untukku.

Maafkan aku Mikan karena telah meninggalkanmu lebih dulu. Maafkan aku karena telah membuatmu menangis selama ini. Maafkan aku karena hanya memberimu harapan kosong saat aku menyatakan cintaku. Maaf, hanya maaf yang bisa aku katakan kini.

Semoga kau berbahagia dengannya. Semoga kau benar-benar bisa mewujudkan mimpimu yang tertunda. Aku yakin kau akan mendapatkan keluarga kecil yang bahagia itu. Aku di sini hanya bisa menatapmu dan berharap kau akan bahagia.

Buatlah diriku beristirahat dengan tenang selamanya dengan senyummu. Aku akan melindungimu meski kita telah berada di alam yang berbeda.

Aku mencintaimu Mikan. Selamanya….


.
.
~~FIN~~
.
.
A/N: Salah satu fic gaje yang setelah aku pertimbangkan, sebaiknya aku publish di blog saja… Fic ini sudah aku buat sekitar satu tahun yang lalu sebenarnya. X”P

Jumat, 08 Juni 2012

Because He is Itachi (Fanfiction)


.
.
Disclaimer:
Naruto miliknya Masashi Kishimoto. Saya tidak meraih keuntungan material apa pun dalam membuat fanfiksi ini selain hanya untuk kesenangan semata.

Warning: Canon, Typo(s), loncat-loncat, mungkin sangat abal dan gaje karena sejujurnya saya tidak pernah membuat fic canon sebelumnya dan kurang tahu tentang seluk beluknya, yang pasti fic ini penuh dengan kekurangan. m(_ _)m
.
Sebuah hadiah kecil untuk Itachi Uchiha.

Meski karir(?)mu di manga Naruto akan berakhir, kau tetaplah bagian terpenting yang tidak akan pernah terlupakan….
.
Enjoy!
.
.

“Bagaimana jika kau bukanlah seorang Uchiha yang berbakat?”
“Mungkin hidup tidak akan sesulit ini.”

.
.
Cahaya lilin yang berpendar menerangi wajah Fugaku yang duduk di tempatnya dalam diam. Tidak ada satu pun senyum yang terhampar di bibirnya, membuat kerutan-kerutan yang menghiasi wajahnya semakin tergambar jelas. Matanya yang gelap terlihat mencoba mendominasi mata lawan bicaranya yang tidak kalah gelap. Aura ketegasan dan kepemimpinan terhampar jelas di sekelilingnya. Di hadapannya, dihalangi oleh sebuah meja kecil, anak sulungnya duduk dalam diam. Entah apa yang tengah dipikirkannya, Fugaku tidak terlalu peduli.

“Kau tahu, kan, apa yang harus kaulakukan, Itachi?” Suara penuh wibawa yang dimiliki Fugaku mengudara setelah sekian lama ia terdiam.

Itachi yang sedari tadi turut diam itu meraih gelas teh yang sudah mendingin sejak tadi. Ia menyecapnya sejenak sebelum memandang ayahnya dengan sungguh-sungguh. “Aku tahu, Tou-san.”

Nada suara Itachi yang penuh dengan keyakinan itu membuat Fugaku menarik napas lega sekilas. Tetapi, jika ia melihat ekspresi wajah anaknya itu dengan lebih saksama, mungkin ia akan menemukan ekspresi lain yang sayangnya tidak pernah disadarinya.

“Aku tahu kau tidak akan mengecewakanku. Bagaimanapun kau adalah anakku.”

“Aku akan melakukan apa yang bisa kulakukan.”
.
.
.
.
.
Hari itu, seperti kebanyakan hari lainnya, Itachi tengah bersiap untuk pergi melaksanakan tugasnya sebagai kapten ANBU. Saat itu adik laki-lakinya mendatanginya. Wajah polos dan menggemaskan yang dimilikinya membuat Itachi mengukir sebuah senyum tipis di bibirnya.

Nii-san! Temani aku latihan ya hari ini?” pinta adiknya itu.

“Maaf Sasuke, hari ini Nii-san tidak bisa.” Itachi memandang wajah memohon adiknya. “Kau latihan sendiri saja, ya?”

Sasuke, nama adiknya itu, menekuk wajahnya. Terlihat sangat tidak puas dengan jawaban kakaknya itu. “Tapi, Nii-san kan sudah janji padaku,” tuntutnya.

Itachi yang melihat reaksi adiknya itu melebarkan senyumannya. Dia menggerakkan tangannya—memberi tanda pada Sasuke agar mendekat. Sasuke yang mengerti dengan maksud kakaknya itu tanpa keraguan setengah berlari mendekatinya. Tetapi belum sempat Sasuke benar-benar dekat dengan Itachi, kakaknya itu malah menyentil keningnya. “Lain kali saja, ya, Sasuke?” bujuknya.

Adik kecilnya itu semakin menekuk wajahnya. Tetapi Itachi tetap mempertahankan senyum tipisnya hingga pergi menghilang di balik pintu—mengabaikan ekspresi kecewa dari Sasuke. Andai Sasuke saat itu tahu, Itachi tidak pernah ingin mengingkari janjinya atau membuatnya kecewa. Ia hanya tidak memiliki pilihan yang jauh lebih baik daripada jalan yang diambilnya kini.
.
.

“Bagaimana jika kau bukanlah bagian dari Konoha?”
“Mungkin aku tidak akan kehilangan semuanya.”

.
.
Di ruangan yang terlihat remang karena satu-satunya pencahayaan hanya berasal dari sebuah jendela kecil di pojok ruangan, Itachi berdiri dalam diam. Tidak jauh dari tempatnya berada, sosok lain menatapnya dengan saksama. Tubuhnya yang dibalut perban membuatnya tampat menakutkan. “Apa kau akan menyuruh pasukan ANBU untuk menolongmu?” tanyanya pada Itachi. Nada suaranya yang begitu dingin sebenarnya tidak begitu disukai oleh pemuda itu.

Itachi memejamkan matanya sekilas, mencoba menghapus rasa lelah yang dideritanya. “Tidak. Saya akan melaksanakannya sendiri.”

Sosok itu terlihat mengamati Itachi sekilas. Ia tahu, Itachi sangat hebat, dan misi ini tidak mungkin gagal ia lakukan. “Jadi … kapan kau akan melakukannya?”

“Malam ini,” sahutnya.

Sosok itu berjalan keluar, terlihat cukup puas dengan jawaban Itachi dan sebelum ia benar-benar keluar dari pintu, ia berkata, “Aku harap kau melakukan misi ini dengan sempurna.”

Itachi tidak berkata apa pun saat melihat sosok itu pergi meninggalkannya sendirian. Sejenak ia menghela napas. Diliriknya langit yang terlihat dari balik jendela kecil di ruangan itu. Semuanya akan berakhir malam ini. Inilah takdir yang sudah dipilihnya. Demi kebaikan semua orang—demi kebaikan Konoha.
.
.
.
.
.
Sasuke tahu ia terlambat pulang karena terlalu asik berlatih. Bulan telah menunjukkan sosoknya dari tadi. Dengan cepat ia melangkahkan kakinya menuju ke pemukiman Uchiha, berharap ia tidak membuat ibunya terlalu khawatir karena terlambat. Sebuah senyum tipis terukir di wajahnya. Ia sudah sedikit lebih lihai menggunakan shuriken dan Sasuke tidak sabar untuk memamerkannya pada Itachi.

Senyum itu masih terukir di wajahnya hingga ia menyadari ada sesuatu yang aneh terjadi ketika ia baru saja memasuki gerbang tempat kediaman Uchiha berada. Tidak ada satu pun lampu yang menyala, padahal ini belum terlalu larut. Kekagetannya semakin menjadi saat ia melihat sosok-sosok dari keluarga Uchiha yang begitu dikenalnya tidak lagi bernyawa, tubuh mereka bergelimpangan di sepanjang jalan.

Sasuke semakin mempercepat langkahnya menuju rumah. Wajahnya memucat, yang ada di pikirannya hanyalah keselamatan kedua orang tuanya. Tetapi harapannya musnah, dia menemukan kedua orang tuanya tidak lagi bernyawa. Dan di sisi mayat keduanya, Itachi berdiri. Memamerkan ekspresi yang tidak pernah dikenal oleh Sasuke. Saat itu ia tahu, Itachi-lah yang membunuh semuanya.

Sejak saat itu semuanya berubah bagi Sasuke. Tidak ada lagi impian-impian kecil yang selama ini menghiasi hidupnya. Tujuan hidupnya hanya satu, membunuh Itachi. Persis seperti yang Itachi inginkan. Menciptakan Sasuke untuk menjadi sosok yang akan mengadilinya atas keputusannya ini.

Tanpa pernah Sasuke sadari, hari itu, Itachi pergi meninggalkan dendam untuknya dengan berbalut air mata. Dia telah menciptakan skenario terbaik untuk membuat adiknya itu menjadi seorang pahlawan. Ya, Itachi mencintai desanya, tetapi ia jauh lebih mencintai adiknya. Dan dalam hati ia berharap, apa yang ia lakukan ini tidak sia-sia.
.
.

“Bagaimana jika kau bukanlah seorang kakak?”
“Mungkin aku tidak akan menjadi seorang pembohong besar.”

.
.
“AKU AKAN MEMBUNUHMU, ITACHI UCHIHA!”

Itachi menatap adiknya dengan tenang saat Sasuke menyerangnya dengan menggunakan chidori. Awalnya, ia memang sedikit terkejut dengan kehadiran adiknya itu, dan ekspresinya sedikit berubah saat menyadari Sasuke bisa menggunakan chidori yang setahunya hanya dimiliki oleh Kakashi. Tetapi, dengan begitu mudah Itachi kembali membuat ekspresi wajahnya sedatar semula, ia tidak melakukan banyak gerakan saat menangkap pergelangan tangan Sasuke saat ia menyerangnya.

Sebenarnya, Itachi tidak ingin melukai Sasuke. Jauh di dasar hatinya, ia ingin sekali mengucapkan rasa rindu dan sayangnya pada adiknya yang mulai tumbuh besar itu. Ia ingin kembali ke masa-masa di mana semuanya terasa baik-baik saja. Tetapi ia tahu, ia tidak bisa.

Saat Jiraiya berhasil datang untuk melindungi Naruto dari penyerangannya bersama Kisame, Itachi tahu kalau ia harus membuat sandiwara yang dibuatnya ini terlihat meyakinkan. Ia mematahkan lengan Sasuke dan memengaruhi Sasuke dengan genjutsu-nya. Semuanya ia lakukan dengan sangat baik dan meyakinkan.

Itachi tahu, setelah ini, Sasuke akan jauh lebih membencinya. Bahkan temannya yang jinchuriki itu sepertinya cukup percaya dengan semua kejahatan yang ia lakukan. Ia tahu, ia akan tersudut. Ia akan semakin dikenal sebagai penjahat. Tetapi justru itulah yang ia inginkan. Ia hanya tinggal menunggu Sasuke jauh lebih siap untuk menghukumnya.
.
.
.
.
.
Itachi tahu, ini adalah hari terakhir baginya melihat dunia. Ia sudah merencanakan semuanya sejak bertahun-tahun yang lalu dan menunggu hari ini. Ia akan menyerahkan nyawanya untuk Sasuke. Tetapi sebelumnya, ia akan berusaha untuk membersihkan tubuh Sasuke dari Orochimaru yang berusaha mencari kesempatan mengambil alih dirinya.

Dengan segala kebohongan yang ia ciptakan, Itachi terus bersandiwara. Menarik Sasuke agar semakin semangat membunuhnya. Membiarkan adiknya itu mengerahkan seluruh kemampuannya dan berharap chakra adiknya itu segera habis agar ia bisa memaksa Orochimaru keluar dari tubuhnya sebelum chakra milik Itachi sendiri habis.

Ia mengeluarkan berbagai teknik mata yang bisa dilakukan oleh mangekyo sharingan-nya. Ia tahu, Sasuke tidak kalah cerdas darinya. Pemuda itu pasti bisa mempelajari semuanya hanya dengan melihat dan melawan langsung Itachi. Ia mengajari Sasuke tanpa adiknya itu sadari.

Bahkan di saat mendekati embusan napasnya yang terakhir, Itachi masih menunjukkan kebohongannya. Ia ingin segalanya terlihat meyakinkan di mata Sasuke. Ia ingin sandiwaranya berakhir dengan sukses tanpa sedikit pun cela.

Tetapi, semua kebohongan itu luntur sendirinya tepat di saat terakhirnya. Untuk pertama kali setelah bertahun-tahun lewat, ia tersenyum. Sebuah senyum tertulus yang pernah ia sunggingkan. Senyum terakhir yang menghancurkan seluruh sandiwara yang selama ini dibuatnya. Kebohongan besar yang dibuatnya, hari itu resmi berakhir dan dia puas dengan seluruh kerja kerasnya.
.
.

“Bagaimana jika kau bisa memilih untuk menjadi dirimu yang sekarang atau orang lain? Kau akan memilih untuk menjadi siapa?”
“Aku akan tetap memilih untuk menjadi diriku yang sekarang. Seorang Itachi Uchiha, shinobi dari Konoha dan kakak dari Sasuke.”

.
.
“Kau harusnya mengerti apa yang aku ingin kaulakukan. Kau adalah kakakku, jadi kau mungkin akan menolaknya. Tetapi, aku juga adalah adikmu, jadi tak peduli apa pun yang kaukatakan aku tidak akan berhenti. Bahkan di saat kau mencoba melindungi desa ini … aku akan tetap mencoba menghancurkannya.”

Itachi tahu, semua kebohongannya telah terbongkar. Ia tidak pernah tahu semua sandiwaranya diketahui oleh seseorang yang tidak pernah ingin ia pikirkan akan mengetahuinya. Pria bertopeng itu berhasil membentuk Sasuke menjadi sosok yang kini berdiri di sampingnya. Sosok yang mencintai Itachi tetapi membenci hal yang paling Itachi cintai; desa Konoha.

Ia tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah keputusan adiknya itu. Bahkan setelah usaha kerasnya untuk menyelamatkan desa, Sasuke tetap pada pendiriannya. Ya, dari awal dia tahu, dia bukanlah kakak yang baik. Ia sama sekali tidak pernah bisa memahami keinginan adiknya itu. Ia tidak pernah memercayai kekuatan Sasuke dan justru membuat adiknya itu terjatuh semakin jauh ke kegelapan.

Tetapi seperti Itachi yang biasanya, ia sudah memikirkan segalanya. Kali ini, sebelum ia kembali menutup mata untuk ke dua kalinya, ia sudah memutuskan untuk memberikan semua tanggung jawab ini pada Naruto. Ia yakin, pemuda itu bisa mengubah adiknya. Ia juga yakin, pemuda itu bisa membawa Konoha menjadi desa yang jauh lebih baik.

Bahkan di saat terakhirnya, Itachi masih menggantungkan harapannya untuk desa dan juga untuk Sasuke.
.
.

—Karena sejak awal akulah yang memilih untuk menjadi diriku yang sekarang.
Dan tanpa semua penderitaan itu, aku tidak akan bisa berbuat yang jauh lebih baik dari ini.
Bahkan hingga waktu berlalu aku masih mencintai adikku, Konoha dan takdirku—

.
.
FIN
.
.
A/N: Oke, aku tahu ini gaje banget… Karena gaje itulah aku tidak jadi mempublishnya di FFN... Biarlah di blog ini saja.. ;;A;;

Happy b’day Itachi-kun… Apa pun yang terjadi, kau adalah pahlawan yang sesungguhnya… X)

Protected by Copyscape Plagiarism Checker